Sunday, January 22, 2012

Mengenal Lebih Dekat Tradisi Imlek

Awalnya Berasal dari Tiongkok 
Apa itu Imlek? Imlek tak ubahnya seperti tahun baru masehi atau tahun baru Hijriah bagi umat islam. Imlek adalah Tahun Baru Cina. Pada umumnya, yang banyak merayakan Imlek adalah warga Tiongha. Namun bagi umat lain yang beraliran sama juga bisa merayakan Hari Raya Imlek. Saat ini Imlek jatuh pada tanggal 12 Februari 2002 atau Tahun 2553 bagi orang Cina.
 
Imlek adalah tradisi pergantian tahun. Sehingga yang merayakan Imlek ini seluruh etnis Tiongha apapun agamanya, bahkan menurut Sidharta, Ketua Walubi, masyarakat Tiongha Muslim juga merayakan Imlek.
 
Asal-usul Imlek berasal dari Tiongkok. Hari Raya Imlek merupakan istilah umum, kalau dalam bahasa Cina disebut dengan Chung Ciea yang berarti Hari Raya Musim Semi. Hari Raya ini jatuh pada bulan Februari dan bila di negeri Tiongkok, Korea dan Jepang ditandai dengan sudah mulainya musim semi.
 
Dulunya, Negeri Tiongkok dikenal sebagai negara agraris. Setelah musim dingin berlalu, masyarakat mulai bercocok tanam dan panen. Tibanya masa panen bersamaan waktunya dengan musim semi, cuaca cerah, bunga-bunga mekar dan berkembang. Lalu musim panen ini dirayakan oleh masyarakat. Kegembiraan itu tergambar jelas dari sikap masyarakat yang saling mengucapkan Gong Xi Fa Cai, kepada keluarga, kerabat, teman dan handai taulan. Gong Xi Fa Cai artinya ucapan selamat dan semoga banyak rezeki.
 
Adat ini kemudian di bawa oleh masyarakat Tiongha ke manapun dia merantau, termasuk ke Indonesia. Dulunya, pada masa Bung Karno, perayaan ini boleh dirayakan tapi ketika masa Orde Baru, perayaan Imlek dibatasi. Presiden Soeharto mengeluarkan SK yang isinya mengizinkan, namun dirayakan di tempat tertutup. Setelah reformasi bergulir, pemerintah memberikan kelonggaran, terutamapada masa pemerintahan Gus Dur. Hari Raya Imlek menjadi hari fakultatif dan nantinya ada kemungkinan Imlek dijadikan salah satu hari besar nasional.
 
Sekarang tergantung pemerintah. Kalau pemerintah menganggap Imlek adalah bagian dari adat istiadat, tidak perlu dilarang, kata Herry Bastian, Ketua Penasehat Forum Kesatuan Masyarakat Riau. Contohnya bahasa Mandarin, dulu pemerintah juga melarang, tapi sekarang malahan menganjurkan untuk mempelajari dengan mendirikan sekolah-sekolah bahasa Asia seperti Mandarin dan Jepang.
 
Menurut Herry, semakin banyak menguasai bahasa bangsa lain, pengetahuan semakin luas. Dan semakin tahu apa kelebihan dan kebaikan dari bangsa lain. Saya sering katakan Bung Karno dulunya bersekolah di Sekolah Belanda, tapi dia bisa memimpin rakyat Indonesia melawan Belanda.
 
Pembimbing masyarakat Hindu dan Budha Departemen Agama Riau Drs Nyoman Buditha S mengatakan untuk menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional rasanya sangat susah, karena harus ada persetujuan dari pemerintah. Harus ada keputusan dari Menteri Agama RI, dan harus melalui Keputusan Presiden, katanya.
 
Barongsai dan Wushu
 
Tarian Barongsai sering ditampilkan dalam perayaan hari-hari besar Tiongha, salah satunya perayaan Imlek. Menurut bahasa Cina, Sai artinya Singa dan dianggap sebagai Raja binatang. Ceritanya dulu di Negeri Tiongkok, di setiap rumah pejabat tinggi ada dua patung Singa. Di samping untuk menjaga keselamatan, patung Singa dinilai membawa kemegahan, sekaligus juga membawa kebahagian dan rezeki. Dan entah apa sebabnya, Barongsai kemudian menjadi tarian pada setiap keramaian yang sifatnya agung.
 
Selain Barongsai, ada juga Wushu. Wu artinya silat, Shu berarti seni. Wushu adalah seni silat. Malahan sekarang Wushu dipertandingkan di PON. Namun di Pekanbaru, perkembangan Wushu ini belum kelihatan.
 
Masih Mengisolasi Diri
 
Hubungan antara masyarakat pribumi dengan etnis Tiongha selama ini telah berjalan baik. Kuncinya, kata Herry, saling menjaga diri dan jangan menyinggung yang sifatnya keagamaan. Di Riau, jumlah etnis Tiongha sekitar 3-4 persen. Diperkirakan sekitar 100 ribu orang lebih. Khusus di Pekanbaru sekitar 20 ribu orang lebih.
 
Kepala Bidang Penerangan Agama Islam Depag Riau Drs H Syaiful Izam, mengatakan sampai saat ini kerukunan umat beragama yang ada di Riau masih dalam kondisi baik. Walau di sana sini banyak terjadi pertikaian, namun itu bukan termasuk isu sara, melainkan hanya masalah politik belaka. Ke depan, Depag Riau mempunyai program, yakni mengidentifikasi daerah-daerah rawan konflik yang ada di seluruh kabupaten dan kota di Riau. Caranya, dengan mengadakan dialog, melakukan tatap muka antar umat beragama.
 
Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia (MUI) Riau KH Bachtiar Daud mengatakan Imlek bukan peringatan suatu agama yang ada di Indonesia, tapi, suatu hari raya pada umat Kongfhucu, yang pada umumnya mereka adalah orang-orang Cina.
MUI mengharapkan agar perayaan Imlek nanti mempunyai nilai positif bagi yang merayakannya. Bagi umat Islam, perayaan seperti ini juga harus dihormati. Umat Islam diharapkan ikut menjaga ketenangan sewaktu orang Tiongha merayakan hari raya.
 
Menurut Bachtiar selama ini ada kesan di masyarakat bahwa orang Cina yang tinggal di Riau selalu mengisolasi diri dari masyarakat dikarenakan masalah ekonomi dan agama. Ke depan, hendaknya masyarakat Cina bisa membaur dengan masyarakat yang ada di sekitarnya, di mana mereka tinggal, karena mereka termasuk warga Indonesia, himbaunya.
 
Shio
 
Setiap Shio membawa sifatnya masing-masing. Seperti orang ber-shio Naga, mereka diyakini mempunyai banyak rezeki. Sesusah-susahnya, mereka tetap hidup senang. Tahun ini menurut Herry adalah (2002) Tahun Kuda. Kuda dikenal dengan sosok binatang yang selalu bekerja keras dan mempunyai fisik yang kuat. Tapi menurut sebagian kalangan, 2002 adalah Kuda air. Selain Shio Kuda, ada 11 jenis binatang lagi sesuai dengan hitungan bulan di kalender.
 
Imbauan
 
Herry Bastian mengimbau agar perayaan Imlek dirayakan sewajarnya, secara sederhana, tidak dengan menghambur-hamburkan uang atau penuh dengan kemewahan. Kita tidak perlu merayakan secara mewah dan menghambur-hamburkan uang sementara keadaan ekonomi kita masih dalam keadaan krisis. Kita harus prihatin dengan keadaan negara kita, imbaunya.
 
Sekalipun perayaan ini adalah menyangkut Hak Azasi setiap manusia, kata Herry, tapi orang Tiongha harus koreksi diri, menahan diri dan tahu diri. Wakil Pimpinan Bank Panin ini menganjurkan Imlek kali ini lebih baik dirayakan dengan berkumpul bersama keluarga.
 
Nyoman juga mengingatkan agar perayaan ini dilaksanakan secara khidmat dan mengarah kepada hal-hal yang positif. Bukan malah membuat keributan di tengah-tengah masyarakat. Kita hidup bukan hanya dalam lingkungan umat Tiongha sendiri. Tapi kita hidup di lingkungan orang banyak yang beragam suku dan etnis, katanya mengingatkan.

No comments:

Post a Comment

Info Lainnya