a.Historiografi Tradisional
Sesuai dengan namanya, historiografi tradisional, maka historiografi
ini berasal dari masa tradisional, yakni masa kerajaan-kerajaan kuno.
Penulisnya adalah para pujangga atau yang lain, yang merupakan pejabat
dalam struktur birokrasi tradisional bertugas menyusun sejarah (babad,
hikayat).
Contoh-contoh historiografi tradisional di antaranya ialah : sejarah
Melayu, hikayat raja-raja Pasai, hikayat Aceh, Babad Tanah Jawi, Babad
Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Kartasura dan masih banyak lagi.
Adapun ciri-ciri dari historiografi tradisonal adalah sebagai berikut.
1) Religio sentris, artinya segala sesuatu dipusatkan pada raja atau keluarga
raja (keluarga istana), maka sering juga disebut istana sentris atau keluarga
sentris atau dinasti sentris.
2) Bersifat feodalistis-aristokratis, artinya yang dibicarakan hanyalah kehidupan
kaum bangsawan feodal, tidak ada sifat kerakyatannya. Historiografi tersebut
tidak memuat riwayat kehidupan rakyat, tidak membicarakan segi-segi sosial
dan ekonomi dari kehidupan rakyat.
3) Religio magis, artinya dihubungkan dengan kepercayaan dan hal-hal yang
gaib.
4) Tidak begitu membedakan hal-hal yang khayal dan hal-hal yang nyata.
5) Tujuan penulisan sejarah tradisional untuk menghormati dan meninggikan
kedudukan raja, dan nama raja, serta wibawa raja; agar supaya raja tetap
dihormati, tetap dipatuhi, tetap dijunjung tinggi. Oleh karena itu banyak
mitos, bahwa raja sangat sakti, raja sebagai penjelmaan/titisan dewa, apa
yang dikatakan raja serba benar, sehingga ada ungkapan "sadba pandita
ratu datan kena wowawali" (apa yang diucapkan raja tidak boleh berubah,
sebab raja segalanya). Dalam konsep kepercayaan Hindu bahwa raja adalah
"mandataris dewa", sehingga segala ucapan dan tindakannya adalah benar.
6) Bersifat regio-sentris (kedaerahan), maka historiografi tradisional banyak
dipengaruhi daerah, misalnya oleh cerita-cerita gaib atau cerita-cerita dewa
di daerah tersebut.
7) Raja atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib dan kharisma
(bertuah, sakti).
b. Historiografi Kolonial
Berbeda dengan historiografi tradisional, historiografi kolonial merupakan
penulisan sejarah yang membahas masalah penjajahan Belanda atas bangsa
Indonesia oleh Belanda. Penulisan tersebut dilakukan oleh orang-orang Belanda
dan banyak di antara penulis-penulisnya yang tidak pernah melihat Indonesia.
Sumber-sumber yang dipergunakan ialah dari arsip negara di negeri Belanda
dan di Jakarta (Batavia); pada umumnya tidak menggunakan atau mengabaikan
sumber-sumber Indonesia. Sesuai dengan namanya yaitu historiografi kolonial,
maka sebenarnya kuranglah tepat bila disebut penulisan sejarah Indonesia. Lebih
tepat disebut sejarah bangsa Belanda di Hindia Belanda (Indonesia). Mengapa
demikian? Hal ini tidaklah mengherankan, sebab fokus pembicaraan adalah
bangsa Belanda, bukanlah kehidupan rakyat atau kiprah bangsa Indonesia di
masa penjajahan Belanda.
Itulah sebabnya sifat pokok dari historiografi kolonial ialah Eropa sentries
atau Belanda sentris. Yang diuraikan atau dibentangkan secara panjang lebar
adalah aktivitas bangsa Belanda, pemerintahan kolonial, aktivitas para pegawai
kompeni (orang-orang kulit putih), seluk beluk kegiatan para gubernur jenderal
dalam menjalankan tugasnya di tanah jajahan, yakni Indonesia. Aktivitas rakyat
tanah jajahan (rakyat Indonesia) diabaikan sama sekali.
Contoh historigrafi kolonial, antara lain sebagai berikut.
1) Indonesian Trade and Society karangan Y.C. Van Leur.
2) Indonesian Sociological Studies karangan Schrieke
3) Indonesian Society in Transition karangan Wertheim.
c. Historiografi Nasional
Sesudah bangsa Indonesia memperoleh kemerdekan pada tahun 1945;
maka sejak saat itu ada kegiatan untuk mengubah penulisan sejarah Indonesia
sentris. Artinya bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia menjadi fokus perhatian,
sasaran yang harus diungkap, sesuai dengan kondisi yang ada; sebab yang
dimaksud dengan sejarah Indonesia adalah sejarah yang mengungkapkan
kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia dalam segala aktivitasnya, baik politik,
ekonomi, sosial maupun budaya. Dengan demikian maka muncul historiografi
nasional yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri sebagai berikut.
1) Mengingat adanya character and nation-building.
2) Indonesia sentris.
3) Sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.
4) Disusun oleh orang-orang atau penulis-penulis Indonesia sendiri, mereka
yang memahami dan menjiwai, dengan tidak meninggalkan syarat-syarat
ilmiah.
Contoh historiografi nasional, antara lain sebagai berikut.
1) Sejarah Perlawanan-Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme,
editor Sartono Kartodirdjo.
2) Sejarah Nasional Indonesia, Jilid I sampai dengan VI, editor Sartono
Kartodirdjo.
3) Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara, karya R. Moh.
Ali.
4) Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid I sampai dengan XI, karya
A.H. Nasution, dan masih banyak lagi.
5) Coba sebutkan empat lagi!
....READ MORE - Pengertian Historiografi Tradisional, Historiografi Kolonial, dan Historiografi Nasional
Sesuai dengan namanya, historiografi tradisional, maka historiografi
ini berasal dari masa tradisional, yakni masa kerajaan-kerajaan kuno.
Penulisnya adalah para pujangga atau yang lain, yang merupakan pejabat
dalam struktur birokrasi tradisional bertugas menyusun sejarah (babad,
hikayat).
Contoh-contoh historiografi tradisional di antaranya ialah : sejarah
Melayu, hikayat raja-raja Pasai, hikayat Aceh, Babad Tanah Jawi, Babad
Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Kartasura dan masih banyak lagi.
Adapun ciri-ciri dari historiografi tradisonal adalah sebagai berikut.
1) Religio sentris, artinya segala sesuatu dipusatkan pada raja atau keluarga
raja (keluarga istana), maka sering juga disebut istana sentris atau keluarga
sentris atau dinasti sentris.
2) Bersifat feodalistis-aristokratis, artinya yang dibicarakan hanyalah kehidupan
kaum bangsawan feodal, tidak ada sifat kerakyatannya. Historiografi tersebut
tidak memuat riwayat kehidupan rakyat, tidak membicarakan segi-segi sosial
dan ekonomi dari kehidupan rakyat.
3) Religio magis, artinya dihubungkan dengan kepercayaan dan hal-hal yang
gaib.
4) Tidak begitu membedakan hal-hal yang khayal dan hal-hal yang nyata.
5) Tujuan penulisan sejarah tradisional untuk menghormati dan meninggikan
kedudukan raja, dan nama raja, serta wibawa raja; agar supaya raja tetap
dihormati, tetap dipatuhi, tetap dijunjung tinggi. Oleh karena itu banyak
mitos, bahwa raja sangat sakti, raja sebagai penjelmaan/titisan dewa, apa
yang dikatakan raja serba benar, sehingga ada ungkapan "sadba pandita
ratu datan kena wowawali" (apa yang diucapkan raja tidak boleh berubah,
sebab raja segalanya). Dalam konsep kepercayaan Hindu bahwa raja adalah
"mandataris dewa", sehingga segala ucapan dan tindakannya adalah benar.
6) Bersifat regio-sentris (kedaerahan), maka historiografi tradisional banyak
dipengaruhi daerah, misalnya oleh cerita-cerita gaib atau cerita-cerita dewa
di daerah tersebut.
7) Raja atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib dan kharisma
(bertuah, sakti).
b. Historiografi Kolonial
Berbeda dengan historiografi tradisional, historiografi kolonial merupakan
penulisan sejarah yang membahas masalah penjajahan Belanda atas bangsa
Indonesia oleh Belanda. Penulisan tersebut dilakukan oleh orang-orang Belanda
dan banyak di antara penulis-penulisnya yang tidak pernah melihat Indonesia.
Sumber-sumber yang dipergunakan ialah dari arsip negara di negeri Belanda
dan di Jakarta (Batavia); pada umumnya tidak menggunakan atau mengabaikan
sumber-sumber Indonesia. Sesuai dengan namanya yaitu historiografi kolonial,
maka sebenarnya kuranglah tepat bila disebut penulisan sejarah Indonesia. Lebih
tepat disebut sejarah bangsa Belanda di Hindia Belanda (Indonesia). Mengapa
demikian? Hal ini tidaklah mengherankan, sebab fokus pembicaraan adalah
bangsa Belanda, bukanlah kehidupan rakyat atau kiprah bangsa Indonesia di
masa penjajahan Belanda.
Itulah sebabnya sifat pokok dari historiografi kolonial ialah Eropa sentries
atau Belanda sentris. Yang diuraikan atau dibentangkan secara panjang lebar
adalah aktivitas bangsa Belanda, pemerintahan kolonial, aktivitas para pegawai
kompeni (orang-orang kulit putih), seluk beluk kegiatan para gubernur jenderal
dalam menjalankan tugasnya di tanah jajahan, yakni Indonesia. Aktivitas rakyat
tanah jajahan (rakyat Indonesia) diabaikan sama sekali.
Contoh historigrafi kolonial, antara lain sebagai berikut.
1) Indonesian Trade and Society karangan Y.C. Van Leur.
2) Indonesian Sociological Studies karangan Schrieke
3) Indonesian Society in Transition karangan Wertheim.
c. Historiografi Nasional
Sesudah bangsa Indonesia memperoleh kemerdekan pada tahun 1945;
maka sejak saat itu ada kegiatan untuk mengubah penulisan sejarah Indonesia
sentris. Artinya bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia menjadi fokus perhatian,
sasaran yang harus diungkap, sesuai dengan kondisi yang ada; sebab yang
dimaksud dengan sejarah Indonesia adalah sejarah yang mengungkapkan
kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia dalam segala aktivitasnya, baik politik,
ekonomi, sosial maupun budaya. Dengan demikian maka muncul historiografi
nasional yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri sebagai berikut.
1) Mengingat adanya character and nation-building.
2) Indonesia sentris.
3) Sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.
4) Disusun oleh orang-orang atau penulis-penulis Indonesia sendiri, mereka
yang memahami dan menjiwai, dengan tidak meninggalkan syarat-syarat
ilmiah.
Contoh historiografi nasional, antara lain sebagai berikut.
1) Sejarah Perlawanan-Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme,
editor Sartono Kartodirdjo.
2) Sejarah Nasional Indonesia, Jilid I sampai dengan VI, editor Sartono
Kartodirdjo.
3) Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara, karya R. Moh.
Ali.
4) Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid I sampai dengan XI, karya
A.H. Nasution, dan masih banyak lagi.
5) Coba sebutkan empat lagi!